Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cerpen: Jiwa Malaikat

cerpen jiwa malaikat
Cerpen: Jiwa Malaikat: Siang itu terik matahari yang menyengat mulai menyentuh kulit kepala sang bocah bernama Andini, belum lagi sang kakak yang seharian berkeliling mendorong gerobak mengorek-ngorek sampah  dan berharap menemukan barang bekas yang akan dijual nantinya ke tukang pengepul dari setiap bak sampah yang mereka lewati hingga menyelusuri perumahan yang di dalam nya terdapat sederet orang yang beruang banyak di depan rumah pagar mereka terdapat sekotak untuk menampung berbagai barang yang sudah tak layak mereka pakai hingga sampai yang sudah mereka konsumsi itu adalah sumber mata pencaharian.

mereka dua orang anak manusia yang berjuang dan terlalu dini merasakan kejamnya kehidupan namun siapa yang berani melawan kehendak sang Khalik, mereka ikhlas dan rela menjalani kehidupan ini asal satu yang menjadi pegangan hidup mereka walaupun kami susah, jangan dibuat susah dan nyusahin orang, walaupun kami miskin, tapi kami yakin apa yang kami lakukan halal di mataNya, ke dua orang tua mereka pergi meninggalkan mereka di usia sang kaka yang bernama Seto pada saat itu berumur 6 tahun dan sang adik Andini berumur 2 tahun ,

Seto yang kini beranjak remaja yang seharusnya menduduki bangku kelas 3 sekolah menengah pertama ini berjuang sendirian untuk menafkahi sang adik yang sekarang berusia 6 tahun yang seharusnya duduk dibangku kelas 1 sekolah dasar namun faktor ekonomi dan sosial lah yang membuat mereka tak dapat menikmati indahnya masa kanak- kanak seusia mereka namun mereka tak pernah mengeluh atas kondisi yang diberikan Tuhan untuk nya,

bahkan meskipun mereka terbilang kecil justru hatinya lebih Dewasa dari pada manusia umumnya ia justru mensyukuri segala apa yang Allah kasih untuk hidupnya

"bang Andin haus , dari tadi Andin sama sekali belum minum" rengek Andini

"Andin sabar yah, abang tau kamu haus, tapi hari ini abang belum dapet uang abang janji kalau nanti abang sudah dapet uang , abang langsung beliin andin minum yah ," ujar sang kakak menasehatinya

Andin tak pernah berjalan , ia selalu nangkring di atas gerobak abang nya, karena sang abang takut andin kelelahan , capek , jadi sang abang pun justru memberikan tumpangandengan menaiki gerobak yang isinya bertumpuk-tumpuk kardus dan barang bekas lain nya matahari semakin menggelincir sore kini kian menyapa hari, tak henti- henti mereka berjalan hanya untuk mencari sesuap nasi , berpeluh-peluh keringat , debu serta dentuman kendaraan anak manusia yang berlalu lalang menjadi hal yang biasa di dengarnya,

"Andin, andin turun sebentar yah, andin tunggu disini jangan kemana-mana, abang mau jual barang ini ke tukang pengepul yah" ujar sang kaka

"iya kak, jangan lama-lama ya bang, andin udah haus banget nih andin doain semoga hari ini abang dapet hasil yang banyak, amin" ujar Andini dengan cerianya,

dia hanyalah seorang anak kecil yang belum tahu dan mengerti apa-apa , terkadang rasa capek dan penat terbayar ketika hanya melihat wajah sang adik andini, karena hanya dengan melihat wajahnya seakan memberikan semangat dan mengajarkan bahwa meskipun kita hidup serba kekurangan , namun jangan pernah kita mengeluh dan menjadikan keputus asaan selalu tersenyum dan ceria karena itu adalah kunci kebahagiaan hidup setelah sang abang menjualkan semua barang-barangnya ternyata hanya laku terjual 10.000 saja, tak sebanding dengan perjuangan yang mereka lalui sebuah nominal yang cukup berharga buat mereka orang pinggiran, namun tidak untuk para kaum ekspatriat

"alhamdulillah, makasi bang" Seto mengucap syukur
berapa pun yang ia dapat hari ini ,
memang segitu lah rejekinya, hidup harus penuh dengan rasa syukur , sore kini kian menjelma langit-langit mulai berubah warna kejinggaan , namun sang Abang bukan seperti halnya para pejabat petinggi negara yang hanya sekedar mengobral janji tanpa bukti ia pun lalu bergegas menuju ke sebuah warung makanan sederhana yang berada di pinggir-pinggir jalan sambil mengajak Andin

"Andin, ayo ikut abang! " ujarnya

"kemana bang?" tanya Andin

"udah ayo..." ujar sang abang
sang abang Seto lalu memesan makanan buat Andin

"nah, Andin pasti laper kan? sekarang Andin pilih mau makan apa?" jelas sang abang

"yang benar bang,?" sang abang pun mengangguk bertanda iya

"aku mau ayam sama telor terus sama sayur" ujar Andin dengan ceria nya

"udah itu doang ?" tanya sang abang

"iya itu aja bang !!"

"yaudah , bu nasi nya satu yah pakai telor, ayam, sama sayur" ujar sang abang memesan
kemudian terbersit di di hati Andin dan mulai bertanya

"abang enggak makan?" tanya nya sontak membuat hati Seto terkejut dia harus bilang apa uang 10.000 yang ia dapat itu hanya cukup untuk makan seorang saja, harga satu porsi makanan di warung ini dipatok 5000 , memang masih ada sisa 5000 lagi namun uang itu Seto berniat untuk mengamalkan nya ke kotak amal masjid , seto selalu menyisihkan uang hasil mulung nya untuk amal ke masjid berapu pun ia tidak pernah absen memasukan uangnya ke dalam kotak amal baginya aku memberi bukan berarti aku kaya, tapi aku tahu bagaimana rasanya enggak punya dan seto pun memberitahukan ke adiknya kenapa seto sang abang tidak ikut makan karena seto lebih mementingkan orang lain ketimbang dirinya semoga bermanfaat dan mata hati kita terbuka oleh hal-hal yang peka

penulis : Irfan Maulana
Baca juga kumpulan cerpen lainnya, Cerpen Afdel dan Citra.

Post a Comment for "Cerpen: Jiwa Malaikat"